Banyak orang bertanya, “Jet dan Kei sudah sering komentar di twitter soal kondisi politik nasional dan internasional. Kok elo engga ada berkomentar apa-apa, Lex? ” Jawaban saya pendek: ada kok, tapi jarang dan selalu terselip dalam bisikan halus di sana-sini.
Kenapa diselip halus? Kenapa tidak sering? Jujur, karena saya (amat sangat) malas ikut menjejakkan diri di ranah itu. Sumber daya saya terbatas, sehingga saya tidak selalu bisa (ikut) merevolusi segala sesuatu. Keterbatasan itu masih ditambah lagi dengan kejengahan saya yang menjadi-jadi: saya melihat pertempuran frontal, timpuk-timpukan, dan saling menjegal. Ikut bersuara, walaupun sekedar menyebarkan informasi, hanyalah akan menambah kebisingan. Continue reading




Pertama, menutup mata akan struktur intelejensia dan elemen sosial dinamika yang terkandung dalam cinta dan romansa. Setiap kali berbicara tentang cinta, umumnya manusia selalu menyelaraskannya dengan sejumlah konsep idealisme yang kompleks seperti Jodoh Di Tangan Tuhan, Cinta Sejati, Saling Melengkapi, Cinta Itu Mengalahkan Segalanya, Cinta Indah Pada Waktunya, Cinta Tidak Harus Memiliki, dsb. Akibatnya kita tidak dapat mengamati proses bercinta dari konteks yang realistis: yakni sebuah interaksi sosial belaka.