Judul di atas adalah secuil dari sekelumit pertanyaan yang selalu muncul dalam benak saya semenjak kecil. Sekarang, setelah lebih dari dua puluh tujuh tahun hidup di dunia dengan mengecap segala macam pengetahuan dan pengalamanan ini itu, saya masih belum memiliki jawaban yang super pasti selain menyimpulkan formula sendiri, “Perubahan adalah nafas semesta.”
Jelas itu tidak menjawab pertanyaan apakah manusia mampu berubah menjadi apa saja seenak jidat. Lebih jauh lagi, itu juga tidak bisa menjawab pertanyaan apakah seluruh komponen-komponen seorang manusia, terlepas dari faktor kemampuan, dibolehkan atau tidak untuk diubah. Tapi setidaknya formula itu membantu saya untuk menciptakan ruang gerak yang lebih optimal untuk sebuah pekerjaan transformasi.
Saya ingat ketika masa kuliah dulu membaca beberapa jurnal ilmiah yang mengatakan bahwa kepribadian manusia bisa diubah, tapi karakternya tidak bisa. Beberapa tulisan lainnya menentang, menyatakan yang bisa diubah hanyalah perilaku yang terlihat (behavior), bukannya sikap (attitude). Kalau mau diambil benang merah, hampir semuanya membuat sebuah dualisme kutub antara apa yang dipelajari (learned) dan diturunkan (inherited), dan bahwa yang disebutkan terakhir cenderung lebih sulit menjalani sebuah perubahan, baik secara potensi (mampu atau tidak) maupun etika (boleh atau tidak). Kepelikan kedua kutub itu masih ditambah lagi dengan adanya kutub tambahan dari alam religi tentang keberadaan zat kasat mata alias energi alias anima alias nyawa alias roh yang memang merupakan esensi sejati dari manusia itu sendiri.
Seberapa jauh seorang manusia bisa berubah? Sebatas kulit penampilan fisik? Tatanan kebiasaan dan pola pikir? Kepribadian dan karakter? Roh?
Ada banyak orang berpendapat Roh adalah sebuah kesatuan yang sempurna, sempurna, esa dan tetap, tidak akan pernah berubah. Namun, jika kita memperhatikan dinamika kosmos dunia, variabel yang diam dan kaku cenderung menemui kepunahan, tergeser oleh variabel lain yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Mungkin roh tidak mengalami kemunculan atau kepunahan, tapi hanya sekedar perubahan bentuk. Misalnya membesar, mengecil, menekuk, memanjang, membulat, menyempit, atau transformasi apapun demi menyinkronisasikan dirinya sebagai sesuatu yang hidup. Bayangkan lucunya jika Roh (yang notabene diartikan ‘hidup’) adalah sesuatu yang diam, tidak berubah, atau mati.
Itulah alasan yang mendasari kalimat saya di atas, “Perubahan adalah nafas semesta,” yang dapat diaplikasikan kepada, “Perubahan adalah nafas manusia.” Secara biologis, kita senantiasa berubah. Tubuh yang kita miliki sekarang ini tidak sepenuhnya identik dengan tubuh yang kita miliki satu jam yang lalu. Ratusan, kalau bukan ribuan, sel tubuh kita lahir, bertumbuh dewasa, menua, dan mati silih berganti setiap harinya. Demikian juga dengan kondisi psikis manusia yang selalu menyerap pengalaman, beradaptasi serta menciptakan respon-respon baru yang lebih efisien dari sebelumnya.
Sebagai seorang konsultan di bidang romansa, saya setiap harinya diberikan kehormatan untuk menjadi agen pembawa perubahan. Orang-orang membayar saya untuk menciptakan sebuah keajaiban dalam diri mereka yang selama ini terasa kurang memuaskan. Ketidakpuasan dalam hidup membuat mereka berpikir harus segera berubah, namun anehnya semakin mereka mencoba berubah, semakin mereka menemui kegagalan. Itu sebabnya mereka lari pada materi-materi pengembangan diri, berharap bisa melihat secercah sinar yang menerangi anak-anak tangga perubahan yang ada di depan. Sebagian besar berharap menemukan ledakan bom atom yang akan langsung mengubah hidup mereka dalam sekejap setelah mengikuti advis buku atau program tertentu.
Namun bagi kebanyakan mereka, perubahan itu tidak pernah kunjung datang. Alasannya adalah mereka dibuai oleh metode dan taktik-taktik manis yang terkesan mengubahkan, menjanjikan citra diri yang lebih baik, menjadi seorang pencinta wanita, pria, ibu, ayah, keluarga, binatang, sekolah, negara, atau apapun yang ada di dunia ini tanpa terlebih dahulu menginisiasi sebuah perubahan untuk belajar mencintai diri. Itulah titik awal dari perubahan dan survivalitas manusia. Kita harus menjadi lebih peka membuka mata menyadari bahwa perubahan tidak akan bisa dicapai dengan cara melarikan diri, ataupun mengalihkan perhatian dengan nasihat-nasihat yang manis, berharap segala sesuatu akan berubah dengan sendirinya dalam sekejab. Tidak dengan cara itu, Sobat, juga tidak dengan jenis motivasi dan attitude yang demikian.
Di situlah letak bahaya terbesar dari keberadaan para advokat, konsultan, dan pelatih-pelatih pengembangan diri yang sibuk dengan acara-acara heboh mereka. Mereka hadir dengan klaim yang fantastis serta menyilaukan sehingga kita berpikir kita membutuhkan mereka. Saran-saran transformasi yang mereka dengungkan dikemas secara segar sedemikian rupa, sehingga kita lupa bahwa diri kita pun dahulu pernah berpikir hal yang sama namun langsung membuangnya jauh-jauh karena merasa, “Ah, saya selama ini begini-begini saja, mana mungkin muncul ide bagus ataupun bertransformasi dengan sendirinya?”
‘Saya’ bukanlah identitas. ‘Saya’ bukanlah ketetapan. ‘Saya’ bukanlah sebuah sesuatu.
‘Saya’ adalah kekinian yang berlalu ke masa depan.
Sebuah sistem kecerdasan evaluatif yang selalu menciptakan fluks perubahan ketika bersinggungan dengan materi lingkungan sekitar.
Saya yakin jauh di dalam diri ini, kita dapat mengenali bagaimana dan dimanakah perubahan yang sejati itu berada. Perubahan yang berbuah adalah perubahan yang bisa berjalan selaras dengan denyut-denyut perubahan yang sudah terjadi dengan alami di dalam diri kita. Perubahan yang terasa pas dan mengena, berbicara pada citra diri yang terdalam, lalu bergandengan dengan nyaman menuju transformasi yang diinginkan.
Seberapa jauh manusia bisa berubah? Saya pikir jawabannya adalah sejauh dia menyadari bahwa dirinya memang tidak pernah tidak berubah. Perubahan selalu menjadi bagian dalam biologi, psikologi, dan spiritualitas manusia. Yang kita perlu lakukan hanyalah menyadari arus perubahan yang ada dan mendorongnya lebih cepat atau lebih lambat sesuai keinginan ke arah yang dituju sejauh apapun.
Ketebalan buku self-development yang seseorang baca sama sekali tidak menentukan seberapa besar perubahan yang bisa ia dapatkan. Kebesaran niat seseorang untuk berubah tidak menentukan seberapa jauh dia bisa menyempurnakan perubahannya. Kekuatan komitmen yang seseorang kumpulkan seringkali berbanding terbalik dengan jarak perubahan yang berhasil dia tempuh.
Kita menyabotase perubahan yang diinginkan setiap kali melupakan bahwa diri kita dengan senantiasa berubah manusia yang lebih baru setiap milisekon-nya. Sepanjang seseorang berpikir perubahan adalah sesuatu yang harus diciptakan atau didapatkan, bukannya diakselerasi, maka dia akan kesulitan mencapai garis akhir yang diinginkan.
Seberapa jauh manusia bisa berubah? Saya sudah jelaskan panjang lebar di atas. Kita bisa memulainya sekarang juga. Bahkan saya terlalu yakin Anda sedikit demi sedikit menyadari ratusan gelitik impuls perubahan yang sedang terjadi dalam hidup Anda semenjak awal membaca artikel ini. Ambil keputusan bahwa mulai saat ini, detik ini, di tempat ini, berubah adalah hal mudah, apalagi jika kita melakukannya bersama-sama.
Jika Anda merasa agak pegal dan lelah, mungkin kebingungan membaca, tidak begitu mengerti seluruh tulisan kali ini, tidak masalah. Saya memang secara khusus ingin berbicara pada alam bawah sadar Anda yang dapat dengan jelas menangkap pesan-pesan di atas, dan jangan terkejut ketika Anda akan mulai melihat pengaruhnya pada transformasi Anda seiring melanjutkan revolusi romansa yang sudah dilakukan selama ini.
perubahan itu terkadang bisa menimbulkan suatu kegagalan yang telah ia lakukan…
tetapi,,alangkah baiknya kalau semua manusia berusaha ingin berubah untuk hal yang lebih baik/perubahan positif.
Waduh… posting nya Rada Ngaco berat neh… Yang Nulis Siapa neh..
ini pasti Bukan LEX
Pingback: Rumus untuk Menimbulkan Kharisma! (Intro Only) « 27 adalah dua tujuh
salam kenal, terimakasih saya ikut belajar banyak di sini.
salah satu cara efektif merubah manusia adalah dengan “olah rasa” rahsa sejati.
salam sejati
sabdalangit’s web
“JALAN SETAPAK MENGGAPAI SPIRITUALITAS SEJATI”
tanks ya…atas artikel yang sudah kakak buat org banyak termasuk saya…
saya tidak tau entah kenapa tiba-tiba saya ingin meng klik tentang masalah ini,dan tiba-tiba juga saya mencari nya melalui situs ini,jadi menurut saya,saya itu mendapat suatu dorongan untuk menjadi lebih baik and lebih maju pemikiran saya untuk kemudian hari..
one more tanks for you..
da..
*tabok charlie bolak-balik pake gentong tetangga sebelah* di larang mengumbar sensasi masa kelam disini.. Terima kasih untuk perhatiannya, gw baik2 saja..
“…. perubahan itu tidak pernah kunjung datang .. tanpa terlebih dahulu menginisiasi sebuah perubahan untuk belajar mencintai diri. Itulah titik awal dari perubahan dan survivalitas manusia.”
Aku ditampar keras skali ngebaca bagian itu. Sebagian ngerasa sakit krn itu bener, sbagian lagi ngerasa semangat krn ngeliat harapan utk sebuah perubahan.
Tubuh Manusia akan berubah secara alamiah.
Karena Cuaca , usia, sakit tubuh ini akan beubah.
Jiwa manusia : pikiran akan semakin dewasa dengan bertambahnya pengalaman hidup secara benar, perasaan akan semakin berkembang dengan menyadari akan kebutuhan lingkungan sehingga dapat merasakan sakit, kesusahan dan kesedihan orang lain. Kehendaknya adalah bertumbuh untuk menjadi manusia yang beguna di dunia ini.
Roh manusia adalah manusia itu sendiri:
Tubuh terbatas bisa hancur, jiwa tidak akan kekal karena pada saat roh manusia meninggalkan tubuh, tubuh sudah tidak bisa berfikir, merasakan apa-apa bahkan sudah tidak punya keinginan, tapi roh……….kemana pasti kepada sang Penciptanya……kemana….
tergantung masa hidupnya sudahkah roh bertemu dengan sang penciptanya……..
perubahan seseorang itu tergantung niat dan kemampuannya untuk merubah sikap, sifat dan perilakunya.
dan itu membutuhkan proses yang tidak singkat.
I think this’s d best posting you’ve ever wrote lex. Menurut gw, ‘saya’ adalah sebuah kesadaran. Sadar untuk bisa ato gak bwt berubah. The past is fake. Yg ada adalah detik ini and the future. Kita sendiri yg nentuin alam semesta kita. That’s my opinion. Regards
@charlie
Seminar HS buat cewe sampe saat ini blom ada c.
tapi coba aja suruh dia baca HS.
atau coba kalo mo coba. kirim aja biodata ama photo ke email HS.
Mungkin ada yang mau “bentuk” dia. atau mungkin bisa ikut jadi kogal.
tapi cuma MUNGKIN c.^^
ada ! namanya kwetiaw system. . LoL
Bro, gue punya temen cewe yg uda gw anggep kek adek gw sendiri. Dia gak pernah curhat tentang lovelife dia seh, anaknya lumayan mandiri, cute & lucu. Until one day dia minta gue untuk temenin ke rumah sakit, ternyata dia abis ribut ma pacarnya (sekarang seh udah putus) badan dia babak belur karena di hajar sama tuh cowok. Gw memang baru gabung di blog ini, kira-kira ada gak seminar HS untuk cewek?
parameter sebuah proses tentu bisa berdasarkan pada etika yang berlaku dimasyarakt, atau sudut pandang agama, atau sebuah culture yg sdh jamak dimata seluruh manusia. Artinya saat proses tsb berjalan selama dia dijalan yang benar dan betul tentunya. jaminan eksistensi kebaikan akan berpihak pada proses tsb.
Gw jg saLah 1 org yg meyakini manusia dapat berupah sampai titik tak terbatas dan berubah2 sesuai keinginannya sampai pada berbagai titik tak terbatas puLa.. Karena itu gw Lg ngembangin sebuah advanced mindset yg dikasih nama “The Aspect”
Manusia yg mudah meLakukan perubahan itu bukan Sang pekerja keras atau Kaum inteLektuaL, tapi manusia yg mengerti cara untuk memanipuLasi sudut pandangnya.. It’s a pure psychoLogicaL attempts to affect our bioLogicaL mechanism.
Karakter Johan daLam seriaL komik MONSTER jg sempat mengatakan “Manusia dapat menjadi apa saja, atau apapun..”
Nice idea Lex ^^
Manusia pada dasarnya senang pada suatu yg baru, dan cepat beradaptasi disaat bersamaan manusia juga mempunyai standardisasi nilai yg ia pegang untuk memilah mana yg harus diserap dan mana yg tidak. Karena suka atau tidak setiap manusia mempunyai background adat, agama dan suku yg tidak mungkin dilepaskan bgitu saja.
Disinilah muncul “kesepakatan” untuk menjembatani antara learned dan inherited terhadap pemikiran, kebudayaan dan gaya hidup yg baru ia terima dan rasakan.
Perubahan itu berasal dari kemauan diri manusia dan lingkungan…. nice article
Perubahan diri seseorang itu lebih tergantung dari siapa yang ada didekatnya, karena biasanya orang akan berusaha menyesuaikan diri dengan orang disekitarnya, tetapi memang ada sebagian orang yang tidak mudah terseret arus.
Faktor lain yang bisa merubah seseorang tentu saja kemauan dari diri sendiri.
@fab
Tepatnya, perubahan itu rangkaian proses2.
Utk parameter yg masi bs diukur secara pasti, kita semua pasti bisa cari tahu, tapi utk yg ga pasti, cuman kita sendiri yg tau mau seberapa besar parameternya,… ya seperti bikin proposal lah, hahaha
Ngapain bingung, laki2 itu anti bingung bro XD
setujuuuu….
i am trying to do it right now!!!
perubahan itu proses?? yup.. setuju..
tp klo proses itu sendiri tidak ada parameternya, gmana qt bsa taw apakah qt masih d jalur yg tepat ap gk??
bingung?? jangan!!
keracunan dosen,
Fab Cavalino
People change kang … tak ada yang abadi bukan?
lex website nya kok aneh
jadi ga karuan gitu apa kena hack ya?
manusia selalu berubah.. yang ga berubah cuman Tuhan 🙂
btw, blog mp3 saya bisa dibuka kok.. berkunjung ya.. thanks..
Di dalam perubahan pastilah mengandung proses wahai benar-adanya-julio.
http://en.wikipedia.org/wiki/Change
Benar adanya, dalam diri manusia perubahan itu memang kekal sifatnya seiring berubahnya sang waktu. Namun perubahan pun tidak boleh sembarang. Atau sekedar berubah untuk mengisi kekosongan ruang dinamisasi diri.
Jika pemahaman kita akan suatu hal sudah meyakinkan, kira harus menjalankan dengan penuh konsekuen, namun secara diam-diam kita sambil belajar hal yang baru lagi, dan ternyata mutu nya lebih tinggi lagi (lebih berkualitas, lebih valid), maka kitapun harus berani merevisi pemahaman kita terdahulu.
Jangan takut di anggap plin-plan jika perubahan yg kita lakukan memiliki arah ke ruang yang lebih bermutu.
Saya lebih “sreg” menggunakan kata BERPROSES dari pada BERUBAH.
Kalau BERUBAH itu lebih pada “HASIL OUTPUT” dari proses, dan kita tidak tahu seberapa berkualitas PROSES yg dilakukan. sedangkan “BERPROSES” adalah USAHA kita untuk berubah menuju yang lebih baik.
Bukankah nilai kemanusiaan kita lebih di nilai pada seberapa berkualitas usaha kita dalam berproses?, dan bukan sudah seberapa jauh/banyak kita berubah?
Tergantung perubahan itu si tergantung ” SIKONTOL ” = SItuasi, KONdisi dan TOLeransi :mregreen:
Keren artikelnya bos
keren bos artikelnya…..
http://www.robert-id.com
Perubahan itu hanya bisa dirasakan oleh diri sendiri..
butuh beberapa kali kegagalan agar tahu bagaimana caranya untuk sukses..
kemilau berlian yg indah hny bsa didapat dari batuan yg mengalami kikisan, penempaan, dan bentukan yg berulang-ulang..
sudahkah anda mengalaminya??
best regards,
Fab Cavalino
Lets Call it Transformers
Tergantung niat dan usaha.2 hal itu harus bener2 di jalankan jika ingin sukses.
good writing lex!
methink people’re only willing to change or transform when their survival are under threat 😉
if we want to change or transform or ye want others to do so then create a situation where our survival matters the most!
just remember that complacency is an enemy of self-transformation.
Wakwawww semakin meningkat bobot spiritual dan holistiknya… memang ada “perubahan” dibanding posting2 terdahulu (apalagi bertahun-tahun silam).. (ih apa sih dah lama gw ga nulis yang serius2 :D)
Anyway, artikel yang “pas” dan “mengena” untuk gw baca.. itu pertanyaan gw juga (sejauh mana kita bisa berubah), terutama saat gw berpikir sekarang orang makin kecanduan efek “feeling better” tiap denger/baca buaian motivasi..
What’s wrong with us (our civilization), can’t we just wake up to our biological calling & go hunting (makanan, pasangan, whatever).. Why do we need so many books, tapes, TV shows (or even hitman system products :D), just to “get up” and “fulfill our needs” or “release our stress”..
Anyway (lagi), sekarang trend untuk balik ke jaman hunter/gatherer makin merebak loh, seperti paleo diet (yang didukung gabungan penelitian antropologi & medis), juga wacana2 yang mengkritisi “penyimpangan2” semenjak kehidupan jaman neolitik (pertanian, yang diikuti intensifikasi pertanian sampe revolusi industri)…
Back to topic, kita memang makhluk luar biasa, kita bener2 streched out kapasitas kita sampe ke sudut2 ekstrim yang gila & with all those horrible penyakit aneh2 (akibat perubahan gaya hidup dan pengrusakan lingkungan gila2an), dengan segala formalin di bakso dan gerakan2 absurd dengan mesin2 rumit dan mahal di gym (sekedar mengelola adrenalin, kortisol, dan endokrin), kita tetep aja survive, segar bugar with happy smile 😀
Oh, my, I couldn’t agree more with you, we’re breathing all those changes in and out, through our veins.. kita bener2 makhluk dengan kapasitas adaptasi yang luar biasa..
gw yakin bahwa satu satu nya bagian diri manusia
yang dapat berubah tidak terbatas adalah roh manusia
roh jati diri kita yang sesungguhnya adalah tidak terbatas ruang dan waktu , sifatnya kekal dan tidak dapat musnah
gw percaya roh itu ga terbatas tp tubuh kitalah yang membatasinya
gw juga yakin banyak pembicara2 terkenal yang dasyat yang banyak menjanjikan suatu perubahan fantantis hanyalah mimpi belaka
mereka hanya menjual mimpi bukan perubahan , mereka bicara soal perubahan namun hanya harapan kosong, mereka hanya mengucapkan rayuan , buaian
GAK ADA PERUBAHAN TANPA PENGORBANAN THAT’S THE POINT
jika seorang pembicara bicara perubahan namun ga ada pengorbanan that’s bullshit
YOU READY CHANGE YOU READY PAIN