Tentang Hubungan Romansa Lintas SARA

Seperti yang setiap orang bisa lihat lewat foto profil saya, dan juga lewat tulisan saya There’s Something In The Closet, saya adalah warga negara Indonesia keturunan Chinese. Sebenarnya status keturunan Chinese itu hanyalah soal DNA dan genetik saja, karena dari dalam lubuk hati, saya adalah orang Indonesia.

Tapi meskipun begitu, rasa nasionalisme saya tetap saja tidak akan bisa mematahkan belenggu sosial yang telah terbentuk selama ratusan tahun. Dari generasi ke generasi.

Dina adalah wanita pribumi yang berasal dari keluarga yang memiliki budaya dan adat Jawa Timur yang kental, dan juga sebuah keluarga Muslim yang taat. Sebaliknya, orang tua saya, meskipun memiliki pola pikir yang cukup modern, namun masih berpegang teguh pada prinsip kuno bahwa Chinese hanya boleh menjalin hubungan dengan Chinese pula, selain itu mereka juga pengikut Kristiani yang taat.

Dan setelah dibesarkan di tengah-tengah budaya Indonesia yang begitu mengutamakan keluarga, rasanya hampir tidak mungkin bagi saya dan Dina untuk menentang orang tua dan segenap barisan keluarga besar di belakang mereka. Padahal, belum tentu juga saya dan dia akan menikah nantinya, tapi faktor keluarga langsung menjadi penghalang utama bahkan sebelum perjalanan dimulai.

Kisah ini terdengar begitu familiar bukan? Karena memang ada begitu banyak kisah serupa seperti yang saya dan Dina alami terjadi di sekitar kita. Mungkin karena agama, mungkin karena suku, atau mungkin karena ras yang berbeda. Mungkin teman Anda, mungkin saudara Anda, atau mungkin Anda pun pernah mengalaminya.

Tembok-tembok sosial yang membatasi dan membelenggu perbedaan suku, agama, dan ras, adalah salah satu faktor yang menyebabkan disharmoni dalam dinamika sosial dan romansa. Ini adalah fakta sosial yang ada di sekitar kita, yang selalu dihindari dan enggan untuk dibahas, dengan alasan ini adalah isu yang sensitif.

Tapi saya tidak sedang membahas masalah politik.. persetan dengan politik! Saya sedang membahas masalah dinamika sosial dan romansa, karena nyatanya, dengan menutup mata dan berpura-pura meniadakan masalah ini, tidak akan membuatnya menjadi hilang. Diakui ataupun tidak, masalah ini akan terus ada dan terus mengorbankan kebahagiaan begitu banyak orang.

Meskipun saya juga mengetahui kisah-kisah seperti ini yang berakhir bahagia seperti cerita sinetron, tapi persentasenya cukup kecil. Dan itupun biasanya mereka harus menentang orang tua mereka dan menikah tanpa restu dan menerima cemooh dari keluarga mereka, atau berkompromi dengan berpindah agama dan kepercayaan. Jarang sekali yang benar-benar bisa berakhir dengan harmonis luar dan dalam.

Tembok-tembok penghalang ini juga lah yang membuat banyak orang merasa tidak mampu untuk mendapatkan kehidupan romansa yang diinginkannya. Seperti misalnya, banyak sahabat pria saya yang pribumi yang sebenarnya lebih menyukai wanita keturunan Chinese, atau yang biasa mereka sebut CICA (Cina cakep).

Mereka merasa berat setiap kali mereka ingin mendekati seorang CICA karena menyadari akan tembok yang menghadang di depan mereka, padahal mereka adalah pria-pria yang berkualitas.

Atau mungkin orang Chinese yang lebih menyukai  orang pribumi, atau Batak dengan Arab, atau India dengan Ambon, Muslim dengan Buddha, Kristiani dengan Hindu, dan segala macam kombinasinya. Anda tidak akan pernah tahu dengan siapa Anda akan jatuh cinta, bukan?

Lalu bagaimana mengatasi masalah ini?

Jujur saya pun tidak tahu. Karena masalah ini terlalu kompleks dan sudah terlanjur mendarah daging di negeri ini. Saya hanya bisa membeberkan saja fakta apa adanya, dan sedikit berharap lewat tulisan ini akan bisa membuka wacana yang membuat kita semua memikirkan kembali tentang hubungan romansa lintas SARA di sekitar kita.

Lalu bagaimana kelanjutan kisah saya dan Dina?

Malam itu saya mengantar Dina pulang ke dormitory para pramugari, tidak jauh dari bandara Sukarno-Hatta tapi terletak di tempat sangat terpencil, jauh dari mana-mana. Sebelum dia membuka pintu dan keluar dari mobil, saya kecup keningnya.. lalu bibirnya dengan perlahan. A last kiss..

“Thanks for everything..”, Dina berkata pada saya sambil memaksakan tersenyum. Matanya sudah mulai berkaca-kaca lagi. Dia memeluk saya untuk yang terakhir kalinya, dan langsung bergegas keluar dari mobil. Berjalan masuk melewati gerbang dormitory tanpa menoleh.

Sepanjang perjalanan saya merasa sedih dan kehilangan. Saya tahu saya akan merindukan Dina.

Dan selama beberapa hari setelahnya, saya sukses ber-mellow ria.

Sahabat Anda,

Kei Savourie

*Semua cerita di blog ini adalah kisah nyata, tapi semua nama disamarkan untuk melindungi privasi orang-orang yang bersangkutan.

Baca juga kisah serupa – Q&A: Hubungan Romansa Lintas SARA.


127 Responses to Tentang Hubungan Romansa Lintas SARA

  1. saya pernah pacaran beda agama..
    saya muslim, dia hindu
    pdkt selama setaun, kemudian pacaran selama setaun juga..
    sejak dia pulang ke Bali,, tiba2 dia berubah drastis
    dan pada akhirnya ngomong putus karena ngerasa ga bisa ngelanjutin hubungan yang ga ada masa depannya..
    dan dia bilang kekurangan saya cuma satu,,
    saya berbeda keyakinan dengan dia

    jujur saya sediiih sekali
    karena hubungan saya dengan dia sudah jauh..

    ada penyesalan dalam diri saya
    kenapa kita ga bisa memilih, mau jatuh cinta dengan siapa..
    karena cinta bersifat universal..

    ada ketakutan kalo saya akan susah melupakan dia
    karena yang memisahkan kami adalah faktor SARA,,
    bukan perasaan pribadi..

    buat yang sedang menjalani hubungan lintas SARA,
    sebaiknya berfikir ulang,,
    jangan sampai putus di tengah jalan ketika hubungan kalian sudah jauh seperti saya..

    pernikahan lintas SARA memang berat, tapi bukan berarti tidak mungkin..

Leave a Reply